adf.ly

Kamis, 31 Juli 2008

Aglaonema & Treatmen Vertical Grow

Awal tahun 2008 yang lalu, dari sebuah milis ratu daun yang saya ikuti, mampirlah sebuah informasi tentang serangkaian produk treatment tanaman hias dengan label “Vertical Grow”. Mulanya informasi ini saya tanggapi sambil lalu. Dalam hati saya, sekarang ini memang banyak orang latah membuat produk untuk tanaman hias. Apalagi dari beberapa pengalaman mencoba berbagai macam merk tidak menunjukkan hasil yang signifikan (kebetulan saya paling mudah terpengaruh untuk mencoba produk baru). So, biarin sajalah.

Suatu ketika satu minggu saya tidak membuka e-mail, karena sedang ada pekerjaan diluar kota. Ketika kembali ke Jakarta dan membuka e-mail, saya mendapati banyak e-mail dengan subyek bahasan Vertical Grow, dengan segala macam “khasiatnya”. Dari sini pandangan saya tentang Vertical Grow sedikit berubah. Kalau memang banyak member milis yang tertarik, kenapa saya tidak ?. Ya, paling tidak untuk mendapatkan informasi yang lebih jelas. Sampai suatu saat, ketika itu hari Jum’at, dimana kebiasaan di milis merupakan hari untuk “Jualan Aglo”, saya membaca sebuah penawaran jual Aglo berbagai jenis. Sang penjual waktu itu memberikan sebuah link Blog miliknya, utnuk melihat koleksi aglo yang dijual. Dari Blog inilah saya melihat satu pot Aglo Legacy dengan jumlah daun sedikit, tetapi mempunyai anakan yang sangat rimbun. Dibawah foto aglo itu terdapat sebuah artikel tentang pentingnya pemakaian Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) untuk aglo. Hanya saja di Blog itu tidak disebutkan merk ZPT yang digunakan. Penasaran dengan artikel tersebut, saya kontak pemilik Blog, dan berdialog masalah ZPT yang digunakan. Pemilik Blog menjelaskan bahwa treatmen yang dipakai selama ini menggunakan produk Vertical Grow.

Mendengar penjelasan demikian, segera saya buka kembali notebook dan cari alamat dimana bisa mendapatkan produk Vertical Grow. Dengan semangat tujuhbelas agustus, saya naik skutik menuju kawasan Jatipadang. Sayang karena terlalu bersemangat, saya sampai lupa mengantongi HP dimana saya mencatat alamat dan nomor telepon Pak Moes ( gadhinksflora ) penyedia produk Vertical Grow. Dengan menyesal, terpaksa pulang dengan tangan kosong. Keesokan harinya saya buka kembali www.gadhinksflora.com dan mencatat dengan jelas semua agen Vertical Grow. Ketika siang hari saya ada pekerjaan di sekitar Lebakbulus, saya sempatkan mampir dan membeli Beberapa produk Vertical Grow di sebuah agen : Extreme Grow, Extreme Root dan Extreme Shoot yang merupakan rangkaian ZPT. Juga media tanam Extreme organic untuk Aglo yang diklaim sebagai media tanam anti busuk.

Sore hari sepulang dari kerja, langsung saya bongkar beberapa aglo yang seminggu sebelumnya saya bawa dari rumah orang tua saya di Jateng. Ada empat pot yang sengaja saya gunakan sebagai “percobaaan” yaitu Adelia, Legacy, Dud Unyamanee dan Nn Thai Hibryd. Media lama saya bongkar dan saya ganti dengan 100 % media extreme organic, sekaligus ganti pot dengan yang baru. Setelah ganti media, Aglo saya spray dengan campuran tiga ZPT tadi ( Extreme Grow, Root dan Shoot ) dengan dosis masing-masing 2ml / liter air. Untuk sementara karena saya belum membeli pupuk NPK dari Vertical Grow, maka saya gunakan pupuk slow relesase Osmocote. Perlakuan yang sama saya ulangi seminggu dua kali, spray semua bagian daun, batang dan media sekitar batang, dengan harapan mampu diserap oleh akar dengan baik.

Satu minggu, dua minggu pertama saya tidak menemukan perubahan yang saya harapkan. Tetapi masuk minggu ketiga, saya melihat bahwa semua aglo menjadi kokoh, kekar dan lebih tahan terhadap sinar matahari. Terutama Dud Unyamanee yang sebelumnya batangnya lemas mirip seperti tanaman menjalar. Daun Legacy kembali “njegrak” dan kaku. Bentuk kembali tertata rowset dengan warna merah mulai timbul. Sekedar mengingat kebelakang, legacy dan Adelia ini saya beli di Flona Lapangan banteng tahun 2007 lalu. Ketika itu Legacy memiliki 6 daun, sedangkan Adelia baru 3 daun. Aglo-aglo itu kemudian saya kirim ke rumah orang tua di Jateng yang kebetulan memang penggemar berat tanaman hias, sebagai hadiah Ulang Tahun pernikahan yang ke 35. Sayang karena terlalu banyaknya tanaman hias yang dikoleksi orang tua saya, serta bedirinya sebuah rumah makan yang menggunakan beberapa kompor besar berdiri disamping “kebun” tanaman hias orang tua saya, membuat udara sekitar kebun menjadi panas. Celakanya lagi “limbah” uap minyak goreng serta asap kompor minyak dengan bebas menyerbu kebun. Akibatnya banyak tanaman menjadi kolaps. Untuk menyelamatkan tanaman, sebagian besar dipindah di kebun baru dibelakang rumah. Tetapi nasi telah menjadi bubur, beberapa koleksi tanaman terlanjur layu, bahkan beberapa tidak bisa lagi diselamatkan.

Akhirnya ketika saya ada kesempatan pulang ke Jateng, saya ajak kembali empat aglo pulang ke Jakarta. Ketika itu si Legacy sudah berdaun 16 lembar, tetapi karena “bencana” tadi, sepuluh daunnya terpaksa diprotoli, hingga hanya menyisakan 6 lembar daun, itupun tampak kurang sehat. Sedangkan tante Adelia yang sudah berdaun sebelas, mengalami nasib yang sama juga harus digundulin hingga tersisa 4 lembar. Dud Unyamanee daunnya mengecil dan mengkerut, pertumbuhannya lambat, batang lemas seperti menjalar.

Tetapi setelah lebih dari tiga bulan saya menggunakan treatmen Vertical Grow, alhamdulillah sekarang keempatnya sudah sehat, dengan postur yang lebih kokoh, segar, daun menjadi lebih tebal dan lebar. Bahkan aglo NN Hibryd thai saya tiga daun terakhir menjadi extra lebar dibanding daun standarnya. Legacy saat ini sudah beranak 2 dengan masing-masing 3 dan 2 daun, plus dua taring baru yang segera muncul kepermukaan. Tante Adelia sudah memberi saya sebatang keponakan dengan 2,5 daun yang lebih sehat dari ibunya. Dud Unyamanee sekarang sudah bisa berdiri kokoh tanpa bantuan penyangga, daun baru lebar dan tidak berkerut, serta warna menjadi lebih cerah. Dari apa yang saya perhatikan sekarang ini pertumbuhan kuncup daun baru sepertinya sambung menyambung dan lebih cepat hampir satu minggu dari biasanya.

Satu hal yang menjadi catatan saya, pada mulanya pemakaian treatmen ala Vertical grow memang belum kelihatan hasilnya, tetapi setelah 3 atau 4 minggu, akan terlihat perubahan yang signifikan. Saya menyebutnya sebagai tanaman mulai berakselerasi. Dari pengalaman saya, apabila tanaman sudah berhasil berakselerasi, maka treatmen ala Vertical Grow berarti sudah mulai bekerja dengan baik, dan kita tinggal menunggu hasil berikutnya yang “luar biasa”.

Selain mencoba treatmen ini untuk Aglo, saya juga mencobanya pada beberapa pot Sansevieria : S. Pinguicula, S. Malawi Midnight dan S. Kirkii “Copertone”. Hasilnya, umumnya sansevieria berakselerasi setelah mendapatkan treatmen selama 6-8 minggu. Memang lebih lambat di banding Aglo, tetapi pengalaman saya, sanse tersebut terutama S. Malawi Midnight dan S. kirkii “Copertone” pertumbuhan daun anakannya menjadi extreme cepat. Bahkan S. kirkii “Copertone” saya anakannya tumbuh memanjang hampir 17 Cm dalam waktu satu bulan. Sayang ketika saya menulis posting ini, keduanya sudah ikut mudik orang tua saya ke Jateng, dan belum sempat diambil fotonya.

Dari serangkaian percobaan yang saya lakukan menggunakan ZPT dan media tanam Vertical Grow terutama pada Aglo, kesimpulan yang bisa saya ambil adalah :

1. Tanaman tumbuh lebih kokoh dan segar
2. Daun tumbuh lebih cepat dan lebih besar / lebar
3. Munculnya pucuk baru lebih cepat dan cenderung sambung menyambung
4. Merangsang munculnya akar lebih banyak dan lebih sehat
5. Merangsang munculnya anakan, terutama bagi aglo indukan yang malas beranak

Berikut adalah foto-foto tanaman yang saya treatmen dengan Vertical Grow :

Aglo Dud Unyamanee, tampak daun (a) mewakili hampir semua daun Dud yang “sakit parah” sebelum treatmen, dan daun (b) adalah perkembangan daun baru setelah treatmen, daun lebih sehat dan bentuk lebih baik dan tidak berkerut seperti daun( a ).


Aglo legacy yang semula kurang sehat, setelah treatmen tiga bulan setengah, menjadi lebih sehat dan mengeluarkan dua anak serta dua taring baru yang segera muncul dari dari media tanam.


Aglo NN New hibryd thai, tampak daun (a) adalah daun lama yang tumbuh sebelum treatment, ukuran kecil standar. Serta daun ( b,c,d ) adalah daun yang tumbuh setelah treatmen yang tampak jauh lebih segar dan ukuran daun lebih lebar.


Aglo widuri yang saya beli dalam keadaan dua daun standard yang nyaris tanpa akar. Ketika dipisah dari induknya, kondisi akarnya memang masih sedikit. Ditambah lagi media tanam yang digunakan waktu itu terlalu becek, sehingga akar yang sedikit makin berkurang karena busuk. Setelah empat minggu saya treatmen, akar mulai tumbuh dengan baik, dan bahkan pucuk baru sudah tumbuh, dengan dua daun awal yang menjadi lebih lebar.


Secara iseng saya juga aplikasikan treatmen ini pada satu pot puring murah meriah saya. Tampak beberapa daun diatas tampak lebih segar, dan bahkan mulai terlihat ukuran daun yang lebih besar.

Saya menulis pengalaman ini berdasarkan pengalaman saya pribadi, semata karena saya merasa puas dengan hasil yang saya dapatkan, samasekali tidak ada kepentingan lain. Apalagi bila dibandingkan dengan harganya yang relative murah, saya kira treatmen Vertical Grow sungguh sangat memuaskan saya. Demikian sekedar sharing pengalaman saya. Semoga membantu.

Penyakit Tanaman Hias

Penyakit yang menyerang tanaman hias pada umumnya disebabkan oleh dua penyebab utama yaitu jamur dan bakteri. Serangan jamur lebih sering dijumpai daripada serangan bakteri. Jamur berkembang biak dan memperoleh makanan dari tanaman. Mereka mudah memperbanyak diri dengan miselium dan spora. Pencegahan serangan penyakit bisa dilakukan dengan menjaga kebersihan lingkungan tumbuh tanaman, media tanam yang steril dengan PH yang tepat, menjauhkan tanaman yang terserang penyakit dari tanaman yang sehat serta penyemprotan fungisida/bakterisida secara bekala.

Berikut adalah beberapa penyakit yang sering menyerang tanaman hias :

1. Busuk Akar

Busuk akar disebabkan oleh serangan jamur Phytium.Sp. Busuk akar terjadi karena media tanam terlalu basah dan berkelembaban tinggi. Air yang terlalu lama menggenang menyebabkan media menjadi becek dan dalam waktu singkat menyebabkan akar menjadi busuk, daun menjadi pucat, layu lalu busuk.

Pencegahan yang paling penting adalah dengan menggunakan media tanam yang porous, steril dan menjaga agar media tidak terlalu lembab dan basah berlebihan. Namun apabila serangan sudah terjadi, maka segera bongkar media, buang akar yang terserang, lalu oleskan/spray fungisida seperti Dythane atau Antracol. Lalu tanam kembali kedalam media baru yang porous dan steril.

Pencegahan dan penanganan tanaman yang terserang busuk akar bisa pula dilakukan dengan penyemprotan fungisida sistemik seperti Previcur N dengan dosis 2 ml/Liter.

2. Layu Fusarium

Layu Fusarium disebabkan oleh jamur Fusarium Oxysporium. Layu Fusarium terjadi karena media tanaman terlalu masam dan basah/lembab berlebihan. Gejala serangan ditandai dengan memucatnya tulang daun sampai berubah menjadi coklat keabu-abuan, kemudian diikuti dengan menunduknya tangkai yang membusuk. Apabila perbatasan antara akar dan batang dipotong, maka akan terlihat cincin cokelat kehitaman diikuti busuk basah pada berkas pembuluh.

Pencegahan yang perlu dilakukan adalah dengan cara mencegah media tanam basah/becek terlalu berlebihan. Namun apabila serangan sudah terjadi, maka gunakan fungisida Derosal 500 SC dosis 2 ml/Liter, atau Delsane dosis 2 Gr/Liter, atau Folicur 25 WP dosis 2 Gr/Liter. Apabila serangan sudah cukup parah, maka sebaiknya terapi fungisida diikuti dengan penggantian media tanam yang steril.

3. Layu Bakteri

Layu bakteri disebabkan oleh bakteri Erwinia Coratovora. Bakteri ganas yang mampu merusak tanaman dalam waktu singkat. Serangan layu bakteri ditandai dengan melunaknya daun dan batang, seperti habis terkena air panas, berwarna cokelat dan mengeluarkan bau yang busuk, karena terjadi kerusakan jaringan tanaman. Bagian tanaman yang terserang akan mengeluarkan lendir putih, kental dan lengket.

Pencegahan yang harus dilakukan adalah menjaga kebersihan lingkungan tanaman, hindari kelembaban yang terlalu berlebihan dan jangan sampai membiarkan media terlalu basah dalam waktu lama. Apabila serangan telah terjadi, maka hal paling awal yang harus dilakukan adalah membuang bagian tanaman yang terserang lalu dibakar, agar tidak menular kepada tanaman yang sehat. Jauhkan tanaman yang terserang dari tanaman yang sehat. Lalu semprot tanaman dengan bakterisida Agrept dosis 2 gr/Liter pada seluruh bagian tanaman. Untuk lebih memastikan efektifitas treatmen yang kita lakukan, maka sebaiknya segera ganti media tanam dan pot dengan yang baru dan steril.

Untuk serangan yang cukup serius, maka gunakan Agrept dosis 2gr/Liter dicampur dengan fungisida Folicur 250 EC dosis 2ml/Liter. Bahkan beberapa hobiis menggunakan cara mencabut tanaman dari media, dicuci bersih lalu direndam dalam larutan tadi sampai 1 jam.

4. Bercak Daun

Bercak daun disebabkan oleh jamur Botrytis Sp. Cirinya adalah munculnya bercak di daun. Bercak tersebut langsung menyambung dengan warna asli daun yang sehat. Bercak tersebut lama kelamaan akan membusuk.

Seperti pada penyakit tanaman lainnya, maka cara pencegahan yang bisa dilakukan adalah menjaga kebersihan lingkungan serta menjaga agar media tanam tidak basah secara berlebihan.

Apabila serangan sudah terjadi, maka buang bagian tanaman yang terserang, lalu lakukan penyemprotan fungisida Sistemik macam Folicur 25 WP dosis 2 gr/Liter atau Folicur 250 EC dosis 2 ml/Liter.

5. Antraknosa

Penyebabnya adalah jamur Colletotrichum Gloesporioides yang mula-mula menyerang seludang bunga dengan gejala munculnya bercak kecoklatan. Pada lingkungan dengan kelembaban tinggi, bercak tersebut semakin meluas, tampak seperti berair dan mengalami kerusakan atau nekrosis. Jika dibiarkan, penyakit akan menjadi semakin parah yang pada akhirnya bisa menyebabkan kematian.

Apabila serangan sudah terjadi, maka perlu dilakukan penyemprotan fungisida seperti Dythane 2 Gr/Liter atau Folicur 250 EC dosis 2 ml/Liter.

6. Bercak Kuning

Bercak kuning sering menyerang Anthurium dan telah menjadi momok yang menakutkan bagi pekebun dan hobiis. Anthurium yang terserang penyakit bercak kuning umumnya sulit disembuhkan, karena penyakit ini sangat cepat menyebar ke seluruh tanaman.

Mula-mula muncul noktah kecil berwarna kuning pada daun yang semakin lama semakin lebar, hingga seluruh permukaan daun anthurium tertutup warna kuning. Setelah satu daun terserang, maka daun-daun yang lain tinggal menunggu giliran, sampai semua kuning dan akhirnya tidak bisa diselamatkan.

Sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti penyebab penyakit ini. Para hobiis menganggap penyakit ini bersifat multifactor seperti media terlalu lembab, aliran udara tidak lancar, komposisi media kurang tepat dan kelebihan pupuk kandang.

Meski belum pasti disebabkan oleh jamur, tetapi pengendalian dengan menggunakan fungisida patut dicoba. Cara paling ekstrim yang bisa dilakukan adalah menggunduli semua daun tanaman yang terserang, lalu semprot dengan larutan fungisida. Anakan yang muncul nantinya diharapkan akan menjadi tanaman yang sehat.

Demikian beberapa penyakit yang sering menyerang tanaman hias. Karena umumnya serangan penyakit ini disebabkan oleh lingkungan tanaman yang kurang bersih serta media tanam yang becek dan kurang steril, maka tindakan pencegahan dengan menjaga lingkungan tanaman yang bersih dan sehat, memperhatikan sirkulasi udara disekitar tanaman serta menggunakan media tanam yang porous dan tidak becek berlebihan, selayaknya diperhatikan. Semoga membantu.

Sumber :
1. Trubus Infokit, Aglaonema - Trubus
2. Trubus Infokit, Adenium - Trubus
3. Mengenal dan Merawat Anthurium Daun, Hendra Tanjung & Drs. Agus Andoko – Agromedia Pustaka

Hama Tanaman Hias

Coba bayangkan betapa sedihnya hati kita, kalau tiba-tiba melihat tanaman hias kesayangan kita menjadi rusak, robek, compang camping, lemas, layu atau bahkan mati akibat serangan hama. Belum lagi kerugian material yang harus kita tanggung. Bayangkan betapa menderitanya hati kita kalau anthurium atau aglaonema yang bernilai jutaan rupiah tiba-tiba menjadi rusak dan mati.

Untuk itu, mengenal, mencegah atau menanggulangi serangan hama wajib diketahui secara dini. Berikut ini beberapa jenis hama yang sering menyerang tanaman hias beserta cara penangulangannya.

1. Kutu Putih (Mealy Bugs)

Kutu putih merupakan hama yang paling banyak ditemui menyerang tanaman hias. Kehadirannya cukup mudah dideteksi. Mereka bergerombol di batang, daun, ketiak daun, bawah daun sampai pucuk daun. Disebut kutu putih karena warnanya yang terlihat putih karena adanya semacam serbuk berwarna putih yang menyelimuti tubuhnya.

Kutu putih menghisap cairan daun, sehingga menyebabkan daun menjadi kisut. Kutu putih juga mengeluarkan semacam cairan “madu” yang lama kelamaan akan berubah menjadi jelaga berwarna hitam di permukaan daun. Selain mengakibatkan kerusakan pada tanaman, kutu putih juga bisa menularkan virus dari tanaman yang satu ke tanaman yang lain.

Beberapa hobiis sering kesulitan memberantas kutu putih. Hal ini diakibatkan adanya semacam lapisan lilin yang menyelimuti tubuh si kutu. Lapisan lilin ini melindungi tubuh kutu putih termasuk dari serangan insektisida. Cara sederhana yang sering dilakukan adalah dengan menyemprotkan larutan detergen cair dengan dosis satu sendok makan detergen cair dengan satu liter air. Setelah di semprot dengan cairan detergen, maka lapisan lilin pada kutu putih akan hilang, dan warna kutu berubah menjadi kekuningan. Ini menandakan bahwa “perisai” si kutu sudah hilang. Sekarang giliran insektisida beraksi menumpas si kutu. Insektisida yang umum digunakan seperti Decis, Curacron, Confidor, Rumba, dll dosis 2 ml/Liter. Penyemprotan insektisida bisa diulang seminggu kemudian, sampai serangan hilang. Satu hal yang perlu diingat, agar media tanam tidak terkontaminasi dengan larutan detergen yang bersifat alkalis, maka sebaiknya setelah treatmen ini, media tanam diganti dengan yang baru dan steril.

2. Root Mealy Bugs

Root Mealy Bugs berbentuk seperti kutu putih, tetapi hidup menempel pada akar tanaman. Tanaman yang terserang akan menjadi kurus, kerdil, daun menjadi kecil dan layu. Untuk mengetahui serangan hama ini, maka perlu mencabut tanaman dari media. Penanganan yang umum dilakukan adalah dengan menyemprotkan insektisida sistemik seperti Confidor, supracide dengan dosis seperti aturan yang tertera (umumnya 2 ml/Liter). Untuk menjamin bahwa serangan root mealy bugs bisa diberantas dengan tuntas, maka perlu melakukan penggantian media tanam.

3. Ulat

Dua macam ulat yang biasa menyerang tanaman hias adalah Spodoptera yang menyerang daun dan Noctuidae yang memakan batang. Serangan spodoptera ditandai dengan adanya daun yang robek/rusak. Sedangkan serangan Noctuidae lebih sulit dideteksi, karena mereka menggorok batang tanaman dari dalam, yang bisa berakibat fatal.

Pada tahap serangan ringan, penanggulangan dengan manual, yaitu membunuh ulat yang tampak. Tetapi apabila serangan sudah mulai serius, maka digunakan insektisida seperti Decis, Confidor, Curacron, dosis 2 ml/Liter.

4. Belalang

Gejala serangan belalang hampir mirip dengan serangan Spodoptera. Belalang mempunyai kemampuan untuk berpindah kedaun atau tanaman lain dengan cepat, sehingga serangannya dengan mudah bisa berpindah-pindah.

Pada serangan ringan, penanggulangan bisa dilakukan dengan memungut dan membuang belalang yang tampak, tetapi pada serangan yang serius, maka pemakaian insektisida seperti Decis, Confidor, Curacron dll dengan dosis 2 ml/Liter tidak bisa dihindarkan.

5. Tungau (Thrips)

Tungau berbentuk seperti lintah dengan ukuran yang kecil dan melekat kuat dibalik daun serta pelepah tanaman. Thrips akan menghisap cairan tanaman sehingga akan membuat daun mengkerut, menguning, kisut dan bahkan akhirnya mati.

Pada serangan ringan, penanggulangan bisa dilakukan dengan mengerik kumpulan thrips dengan kuku atau alat lain.Tetapi pada serangan yang serius, maka digunakan insektisida seperti Decis, Confidor, Curacron dll dengan dosis 2 ml/Liter.

6. Keong Tanpa Cangkang
Hama ini berbentuk seperti siput yang berukuran kecil dan tidak mempunyai cangkang. Gejala serangan hampir mirip dengan serangan ulat atau belalang, tetapi dalam area yang lebih kecil karena pergerakan keong yang lambat. Keong tanpa cangkang aktif dimalam hari, makanya pengendalian mekanis bisa dilakukan dimalam hari. Sedangkan pengendalian secara kimia bisa dilakukan dengan aplikasi insektisida Mesurol dengan dosis 2 ml/Liter.

7. Aphid

Aphid adalah serangga kecil yang berbentuk seperti buah pear dengan warna hijau atau coklat. Aphid menghisap cairan tanaman, sehingga menyebabkan daun menjadi keriting, tanaman menjadi terhambat pertumbuhannya dan menjadi kerdil. Aphid juga mengeluarkan cairan seperti madu yang akan berubah menjadi jelaga hitam.

Pengendaliannya sama dengan hama yang lain yaitu menggunakan penyemprotan insektisida seperti Decis, Confidor, Curacron dll dengan dosis 2 ml/Liter.

8. Spider Mite

Seperti namanya hama ini adalah keluarga laba-laba yang berbentuk kecil. Spider Mite juga menghisap cairan pada tanaman. Serangan hama ini mengakibatkan daun berwarna kuning, kemudian muncul bercak-bercak pada bagian yang dihisap cairannya.

Serangan Spider mite secara besar bisa mengakibatkan daun habis dan tanaman mati. Spider mite lebih kebal terhadap insektisida. Untuk itu disarankan menggunakan akarisida seperti Kelthane sesuai dosis dikemasannya.

9. Fungus Gnats

Adalah serangga yang berbentuk seperti nyamuk berwarna hitam. Larvanya yang berbentuk seperti cacing hidup didalam media tanam dan sering makan akar halus tanaman. Fungus Gnat dewasa merusak seludang bunga, dengan gejala seranganmunculnya bintik-bintik hitam pada seludang bunga.

Pada fase masih menjadi larva, maka penanganannya dilakuakn dengan menaburkan Nematisida seperti Furadan G ke media tanam. Sedangkan pada fase dewasa, dilakukan penyemprotan insektisida seperti Decis, Confidor, Curacron dll dengan dosis 2 ml/Liter.

10. Cacing

Cacing yang sering menjadi hama adalah Cacing liang (Radhopolus Similis) yang menghisap cairan pada akar tanaman. Gejala tanaman yang terserang hama ini adalah tanaman menjadi lambat tumbuh dan kerdil serta menghasilkan bunga yang kecil. Untuk mengatasinya digunakan Nematisida seperti Furadan G yang ditaburkan pada media tanam sesuai aturan yang tertera dalam kemasan.

Demikianlah sepuluh hama yang sering dijumpai menyerang tanaman hias. Tindakan terbaik adalah melakukan pencegahan sebelum hama menyerang tanaman, yaitu dengan sering mengontrol tanaman dan perkembangannya. Penggunaan media tanam yang steril serta penggantian media tanam secara terjadwal, menjaga kebersihan lingkungan tempat tanaman diletakkan, serta menjauhkan tanaman yang sudah terindikasi mendapat serangan.

Apabila serangan hama sudah terjadi, untuk skala serangan awal, cara manual / mekanis lebih dianjurkan. Sedangkan apabila serangan sudah memasuki tahap serius, maka penggunaan insektisida, akarisida dan nematisida tidak terelakkan lagi. Dosis yang dianjurkan adalah seperti yang tertera pada kemasan, atau umumnya bisa menggunakan dosis 2 ml/Liter untuk yang berbentuk cair. Dan dosis 2 Gr/Liter untuk yang berbentuk powder. Sedangkan Nematisida seperti Furadan G yang berbetuk butiran disesuaikan dengan lebar dan volume pot/media tanam.

Aplikasi pestisida pada tanaman hias sebaiknya digunakan secara bijak, mengingat dampak negative yang bisa ditimbulkan. Karena umumnya tanaman hias diletakkan berdekatan dengan manusia, disamping juga pertimbangan akan adanya kemungkinan serangga menjadi semakin kebal dengan insektisida yang digunakan. Semoga membantu.


Sumber :
1. Trubus Infokit, Aglaonema - Trubus
2. Trubus Infokit, Adenium - Trubus
3. Mengenal dan Merawat Anthurium Daun, Hendra tanjung & Drs. Agus Andoko – Agromedia Pustaka

Media Tanam Sansevieria


Pada umumnya media tanam yang digunakan untuk Sansevieria mirip dengan media tanam Adenium. Itulah mengapa ketika media tanam kemasan dengan label “khusus Sansevieria” masih jarang ditemui di pasaran, hobiis sansevieria banyak menggunakan media tanam kemasan dengan label “Media Adenium”.

Kemiripan Sansevieria dengan Adenium adalah sama-sama menyukai sinar matahari penuh (Full Sun), iklim panas dan tidak terlalu menyukai banyak air. Untuk itu media tanam yang paling disukai Sansevieria adalah media dengan tingkat porousitas tinggi, tidak menyimpan air dan kelembaban dalam waktu lama. Komponen media tanam yang umum digunakanhampir selalu menggunakan pasir malang sebagai komponen utamanya. Berikut ini beberapa komposisi media tanam yang sering digunakan menanam Sansevieria :

1. Pasir Malang : Sekam Bakar 1 : 1
2. Pasir Malang : Sekam Bakar : Pupuk Kandang 1 : 1 : ¼
3. Sekam Bakar : Pupuk Kandang 4 : 1

Beberapa hobiis juga sering menggunakan tanah sebagai salah satu komponen media tanamnya. Ir. Eddy Triharyanto, MP dan Ir. Joko Sutrisno, MP dalam bukunya Serial Taman Sansevieraia, memberikan contoh ramuan media tanam yang sering digunakannya, yaitu : Pasir malang : Tanah Merah (latosol) : Pupuk kandang : Bahan Organik (Sekam bakar, sekam mentah atau cacahan pakis) dengan perbandingan 2 : 1 : 1 : 1.

Apapun jenis dan ramuan media tanam yang digunakan untuk Sansevieria, seperti yang telah dijelaskan diatas, sifat porousitas adalah faktor yang paling perlu mendapatkan perhatian. Dengan media tanam yang porous, akan membantu mencegah dan menghindarkan sansevieria dari kemungkinan terserang busuk akar dan batang yang sangat ditakuti hobiis dan pekebun Sansevieria. Semoga membantu.

Rabu, 30 Juli 2008

Media Tanam Puring


Puring umumnya akan lebih maksimal apabila ditanam langsung ditanah. Apabila ditanam di dalam pot, sebaiknya menggunakan pot dengan diameter yang besar. Karena sifatnya yang menyukai sinar matahari langsung, maka media tanam yang dipakai juga harus disesuaikan. Media tanam yang banyak dipakai untuk menanam puring dalam pot, umumnya banyak mengandung tanah merah sebagai komponennya. Komponen lain yang juga banyak digunakan adalah sekam bakar, sekam mentah, pupuk kandang dan pasir malang.

Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa dalam meramu media tanam puring, jarang sekali menggunakan komponen cacahan pakis. Kalaupun ada, penggunaan cacahan pakis sangat kecil persentasenya.

Berikut ini beberapa contoh komposisi media tanam yang sering digunakan untuk menanam Puring :

1. Tanah merah : Sekam bakar : Pupuk kandang 2 : 1 : 1
2. Tanah merah : Sekam bakar : Pasir malang : 2 : 1 : 1
3. Tanah merah : Sekam mentah : Pupuk kandang 2 : 1 : 1
4. Sekam bakar : Sekam mentah : Pupuk kandang 1 : 1 : 1

Media tanam puring secara umum lebih mudah diramu, mengingat puring sendiri merupakan tanaman hias yang relative lebih mudah tumbuh dan dirawat dibandingkan tanaman hias lain. Semoga membantu

(Dari berbagai sumber)

Media Tanam Anthurium


Anthurium yang dibahas disini adalah jenis anthurium daun yang saat ini sangat banyak penggemarnya. Media tanam untuk anthurium pada umumnya sangat mirip dengan media tanam Aglaonema. Hal ini disebabkan sifat hidup anthurium di habitat aslinya sangat mirip bahkan cenderung sama dengan aglaonema. Anthurium membutuhkan media tanam yang subur, porous, lembab tetapi tidak basah secara berlebihan.

Beberapa merk media tanam jadi siap pakai untuk aglaonema yang akhir-akhir ini banyak beredar dipasaran, umumnya juga bisa dipakai untuk Anthurium. Demikian pula sebaliknya. Hanya saja karena adanya kecenderungan anthurium tumbuh menjadi sangat besar, maka beberapa pekebun dan hobiis berusaha menciptakan “ramuan” yang lebih tahan lama dan tidak mudah lapuk. Hal ini berkaitan dengan cara repoting anthurium yang sudah besar relative lebih sulit dibandingkan dengan aglaonema. Beberapa pekebun dan hobiis anthurium di Indonesia umumnya menggunakan media tanam cacahan pakis secara tunggal. Hal ini disebabkan sifat pakis yang porous tetapi tetap mampu “memegang” tanaman secara kokoh. Disamping teksturnya yang tidak terlalu padat, emmbuat akar anthurium yang halus dengan mudah bisa menembusnya.

Namun demikian dengan makin terancamnya pakis dari kepunahan, sehingga pakis masuk kedalam daftar CITES appendix, maka sebaiknya mulai sekarang penggunaan cacahan pakis dalam jumlah besar seharusnya mulai dikurangi. Untuk itu berikut ini disajikan komposisi media tanam anthurium yang lebih beragam :

1. Cacahan pakis : Cocopeat 4 : 1
2. Cacahan pakis : Sekam bakar 1 : 1
3. Cacahan pakis : Cocopeat : Pasir malang 2 : 1 : 1
4. Sekam bakar : Pupuk kandang 4 : 2
5. Sekam bakar : Sekam mentah : Pupuk kandang 2 : 1 : 1
6. Sekam bakar : Sekam mentah : Pupuk kandang : Cocopeat 2 : 1 : ½ : ½

Menurut pengalaman pekebun dan hobiis selama ini, media tanam yang dirasakan paling bagus untuk anthurium adalah cacahan pakis. Akan tetapi kembali kepada permasalahan untuk melindungi pakis dari ambang kepunahan, maka penggunaan alternatif media tanam selain pakis patut diperhatikan. Semoga membantu.

(Dari berbagi sumber)

Media Tanam Aglaonema


Aglaonema di habitat aslinya tumbuh dilapisan tanah paling atas yang umumnya berupa tumpukan sisa-sisa daun dan ranting tanaman yang telah terdekomposisi menjadi kompos. Aglaonema dialam umumnya tumbuh dibawah rindangnya pepohonan besar dan tinggi dengan daun yang rimbun. Hal ini menyebabkan lingkungan tumbuh asli Aglaonema merupakan daerah yang subur, lembab dan terlindung dari sinar matahari langsung.

Oleh karena itu untuk menghasilkan aglaonema yang prima, maka diperlukan media tanam yang subur, mempunyai derajat keasaman sekitar 6-7 dan bersifat porous tetapi tetap bisa menjaga kelembaban dalam jumlah cukup.

Komponen media tanam aglaonema yang umum dipakai adalah Cacahan pakis, sekam bakar, sekam mentah, cocopeat, pupuk kandang dan sedikit pasir malang. Seperti telah diuraikan dalam “komponen media tanam” dalam posting sebelumnya dalam blog ini, bahwa cacahan pakis, sekam bakar dan sekam mentah bersifat porous dan mampu menyimpan air tetapi tetap dengan aerasi yang baik. Sedangkan cocopeat karena sifatnya yang mengikat air dan kelembaban yang lebih tinggi, maka sering digunakan untuk menanam aglaonema pada waktu musim kemarau yang panas dan di daerah-daerah dataran rendah dengan iklim dan cuaca yang sangat panas. Untuk daerah-daerah dataran tinggi dengan kelembaban yang tinggi, penggunaan cocopeat tidak dianjurkan.

Untuk menjamin ketersediaan unsur hara, maka penambahan pupuk kandang bisa dilakukan. Sedangkan komponen terakhir adalah pasir malang. Disamping untuk meningkatkan porousitas media, beberapa pekebun beranggapan bahwa dengan mencampurkan pasir malang kedalam media tanam aglaonema, akan membuat aglaonema berwarna lebih cerah. Walaupun hal ini belum dapat dbuktikan secara pasti, tetapi banyak pula hobiis yang mengikutinya.

Berikut ini beberapa contoh komposisi media tanam yang sering digunakan untuk aglaonema :

1. Cacahan pakis : Sekam bakar 1 : 1
2. Cacahan pakis : Sekam bakar : Pupuk kandang 1 : 1 : ½
3. Cacahan pakis : Sekam bakar : Sekam mentah : Pupuk kandang
1 : 1 : ½ : ½
4. Cacahan pakis : Cocopeat : Pasir malang 2 : 1 : 1
5. Sekam bakar : Sekam mentah : Pupuk kandang 2 : 1 : 1
6. Sekam bakar : Sekam mentah : Pupuk kandang : Cocopeat 2 : 1 : ½ : ½


Seperti media tanam pada Adenium, maka sterilisasi media tanam untuk aglaonema juga sangat penting, untuk menjamin terhindarnya tanaman dari serangan penyakit dan serangga yang merugikan. Semoga membantu

(Dari berbagai sumber)

Media Tanam Adenium


Adenium atau adalah tanaman yang aslinya berasal dari gurun yang tandus, panas dan beriklim kering. Untuk itu apabila kita ingin menanam adenium, maka media tanam yang digunakanpun harus disesuaikan dengan habitat aslinya.

Media tanam untuk adenium harus bersifat sangat porous dalam arti mampu mengalirkan air yang berlebihan secara cepat, tidak bersifat terlalu padat, sehingga adenium tumbuh lebih mudah dalam menghasilkan bonggol yang maksimal. Media tanam yang cocok untuk adenium umumnya memiliki derajat keasaman berkisar diangka 6-7 (Skala 1 – 12)..

Beberapa komponen media tanam yang bisa dipakai untuk menanam adenium adalah : pasir malang, sekam mentah, sekam bakar, cocopeat dan pupuk kandang. Umumnya pekebun dan hobiis lebih suka mencampur beberapa komponen media tanam untuk menghasilkan media tanam majemuk yang terbaik, sesuai kondisi dan situasi di lingkungan mereka. Jarang sekali yang menggunakan medi tanam tunggal, kecuali untuk menyemai biji adenium.

Untuk menyemai biji adenium, umumnya digunakan campuran pasir malang halus yang telah disaring dicampur dengan sekam bakar dengan komposisi 1 : 1. Bisa juga menambahkan ¼ bagian pupuk kandang matang, untuk memperkaya nutrisi media tanam. Beberapa pekebun menambahkan cocopeat sebagai campuran media tanam untuk mencegah media tanam menjadi terlalu kering. Karena bagaimanapun dalam penyemaian, dibutuhkan media tanam yang relatif lebih lembab dibandingkan media tanam adenium dewasa. Sedangkan untuk adenium remaja dan dewasa, umumnya tidak menggunakan campuran komponen media tanam yang terlalu banyak mengikat air seperti cocopeat ini.

Berikut ini beberapa contoh komposisi media tanam yang sering digunakan untuk adenium :

A. Tahap Penyemaian Biji

- Sekam bakar 100 %
- Pasir malang halus : Sekam bakar 1 : 1
- Pasir malang halus : Sekam bakar : Pupuk kandang 1 : 1 : ¼
- Sekam bakar : cocopeat : Pupuk kandang 3 : 1 : 1

B. Adenium Remaja dan Dewasa

- Pasir malang : Sekam bakar 1 : 1
- Pasir malang : Sekam bakar : Pupuk kandang 1 : 1 : ¼
- Pasir malang : Sekam bakar : Sekam mentah 1 : ½ : ½
- Sekam bakar : Sekam mentah : Pupuk Kandang 1 : 1 : ½

Beberapa komposisi campuran media tanam diatas hanyalah beberapa contoh yang sering digunakan. Pemilihan komponen media tanam, selain didasarkan pada kebutuhan untuk membuat media tanam yang baik, juga disesuaikan dengan tingkat ketersediaan komponen media tanam didaerah yang bersangkutan.

Satu hal yang tidak kalah pentingnya di dalam pembuatan media tanam adalah sterilitas media tanam. Untuk menjamin sterilitas media tanam, maka media tanam harus di sterilisasi terlebih dahulu.

Cara sterilisasi dan sifat-sifat komponen media tanam telah diuraikan dalam posting sebelumnya di Blog ini. Semoga membantu.

(Dari berbagai sumber)

Komponen Media Tanam

Untuk menghasilakn media tanam yang baik dan sesuai dengan karakter tanaman, maka kebanyakan pekebun dan hobiis meramu beberapa komponen media tanam untuk menciptakan media tanam majemuk sesuai dengan yang diinginkan. Beberapa komponen media tanam yang umum dipakai oleh saat ini adalah :

1. Cacahan Pakis

Cacahan pakis adalah batang atau akar tanaman pakis yang telah dicacah menjadi cacahan halus. Cacahan pakis yang baik digunakan adalah cacahan pakis matang yang sudah mengalami “fermentasi”. Cacahan pakis matang bersifat porous, mempunyai aerasi yang baik tetapi tetap mampu menyimpan air yang dibutuhkan tanaman dan mampu “memegang” tanaman dengan baik tanpa menimbulkan sifat padat yang berlebihan. Cacahan pakis merupakan komponen media tanam favorit pekebun dan hobiis saat ini.

Hanya saja dikarenakan pakis telah masuk ke dalam CITES appendix dimana pakis dinyatakan sebagai tanaman yang dilindungi karena terancam kepunahannya, maka semaksimal mungkin penggunaan cacahan pakis sebagai media tanam dibatasi. Akhir-akhir ini karena permintaan akan media tanam pakis semakin besar seiring dengan maraknya dunia tanaman hias di tanah air, telah mengakibatkan kerusakan hutan pakis di habitatnya secara besar-besaran. Dahulu, orang mendapatkan cacahan pakis dari tanaman pakis yang sudah mati dan membusuk. Tetapi sekarang, karena permintaan yang mengalir deras, maka banyak orang berburu pakis hidup di hutan-hutan untuk ditebang dan dicacah-cacah. Hal ini tentu makin memperparah kerusakan habitat pakis yang sudah terancam kepunahan. Diluar negeri, utamanya di Negara-negara Eropa dan Amerika, penggunaan cacahan pakis sudah dilarang sejak beberapa tahun yang lalu.

2. Sekam Bakar

Sekam bakar atau arang sekam adalah sekam / kulit padi yang dibakar dengan teknik sedemikian rupa, sehingga menghailkan sekam yang menjadi arang. Sekam bakar yang baik adalah sekam yang sudah terbakar, tetapi tidak terlalu hancur. Sifat sekam bakar yang porous dan mampu menyimpan air, hampir mirip dengan cacahan pakis. Untuk itu saat ini banyak pekebun dan hobiis yang mengalihkan penggunaan cacahan pakis menjadi sekam bakar.

Sekam bakar juga mampu “memegang” tanaman dengan baik. Relatif mudah ditemui, serta harga juga relative lebih murah. Kelemahan sekam bakar adalah, relatif lebih mudah lapuk jika dibandingkan dengan cacahan pakis.

3. Sekam Mentah

Selain sekam bakar, sekam mentah juga bisa digunakan sebagai komponen media tanam. Kelebihan sekam mentah sebagai media tanam, selain bersifat porous dan mampu menahan air, adalah kaya akan vitamin B. Keunggulan terakhir ini umumnya tidak dimiliki oleh komponen media tanam lain.

Kelemahan sekam mentah adalah sifatnya yang terlalu berongga, sehingga kurang kuat dalam “memegang” tanaman.

4. Cocopeat

Cocopeat disini adalah serbuk yang berasal dari serabut buah kelapa. Cocopeat bersifat mampu meyimpan dan menahan air . Sifat ini dibutuhkan untuk menjamin ketersediaan air bagi tanaman yang menyukai kelembaban atau media tanam yang tidak terlalu kering, seperti Aglaonema dan Anthurium.

Kekurangan cocopeat adalah banyak mengandung zat Tanin. Zat Tanin diketahui sebagai zat yang menghambat pertumbuhan tanaman. Untuk menghilangkan zat Tanin yang berlebihan, maka bisa dilakukan dengan cara merendam cocopeat di dalam air bersih selama beberapa jam, lalu diaduk sampai air berbusa putih. Selanjutnya buang air dan diganti dengan air bersih yang baru. Demikian dilakukan beberapa kali sampai busa tidak keluar lagi.

5. Cocochip

Hampir sama dengan cocopeat, cocochip berasal dari serabut buah kelapa. Hanya saja kalau cocopeat berbentuk serbuk, maka cocochip berbentuk potongan-potongan yang lebih besar berbentuk dadu. Cocochip umumnya berukuran ½ - 1 Cm. Kelebihan dan kekurangan cocochip sama dengan cocopeat.

Di Indonesia penggunaan cocochip memang tidak terlalu popular. Cocochip umumnya digunakan sebagai “pengganjal” dasar pot untuk menciptakan drainase yang baik di dalam pot.

6. Pasir Malang

Pasir malang adalah pasir yang berasal dari lava gunung berapi. Sifat pasir malang yang memiliki rongga-rongga halus membuat pasir malang menjadi ringan dan sangat porous. Pasir malang juga mampu “memegang” tanaman dengan baik, sehingga menjadi pilihan utama bagi pekebun dan hobiis tanaman yang menyukai iklim dan media tanam kering seperti Adenium, Euphorbia dan Sansevieria.

Pasir malang yang paling baik, umumnya yang bertekstur halus dan seragam. Untuk itu sebelum digunakan, pasir malang sebaiknya disaring menggunakan saringan kawat untuk mendapatkan pasir malang yang seragam.

Sebaiknya hindari penggunaan pasir malang yang berukuran besar dan bertekstur sangat kasar. Selain relatif lebih sulit untuk mengaturnya didalam pot, pasir malang kasar juga beresiko melukai akar dan batang tanaman, sehingga bisa menyebabkan kebusukan. Disamping itu pasir malang yang besar dan kasar juga kurang indah dipandang mata. Kelemahan lain dari penggunaan pasir malang adalah sangat miskin unsur hara, sehingga pemupukan teratur menjadi suatu keharusan, untuk mencegah tanaman kekurangan unsur hara.

7. Pupuk Kandang

Pupuk kandang yang baik digunakan adalah pupuk kandang matang yang telah terfermentasi dengan baik. Tandanya warna cenderung kehitaman, dan teksturnya lebih remah dibanding pupuk kandang mentah. Penggunaan pupuk kandang yang masih mentah akan berakibat buruk pada tanaman.

Pupuk kandang yang banyak digunakan umumnya adalah pupuk kandang kambing, karena disamping mengandung unsur Nitrogen yang cukup, karena bentuknya yang berupa butiran, membuat pupuk kandang kambing lebih awet dan tidak mudah hancur apabila terkena siraman air.

Kelebihan penggunaan pupuk kandang sebagai komponen media tanam adalah menjamin ketersediaan unsur hara bagi tanaman, walaupun tanpa tambahan pupuk kimia. Sedangkan kekurangan pupuk kandang adalah, apabila tidak disterilisasi dengan baik, maka pupuk kandang cenderung mengandung bibit penyakit dan hama bagi tanaman. Selain itu penggunaan pupuk kandang secara berlebihan sering membuat tampilan keseluruhan tanaman dan pot menjadi kurang indah, apalagi kalau tanaman ditempatkan didalam ruangan (indoor).

8. Humus

Humus yang banyak digunakan umumnya adalah humus kaliandra dan humus daun bamboo. Humus kaliandra banyak mengandung nitrogen, sehingga sangat baik untuk digunakan. Beberapa pekebun menggunakan humus sebagai pengganti pupuk kandang.

Kelebihan humus adalah, banyak mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman serta bersifat banyak mengikat air, sehingga sangat cocok digunakan untuk tanaman yang memerlukan kelembaban tinggi seperti Caladium. Kelemahan humus kaliandra / bambo adalah sifatnya yang mudah lapuk dan hancur, membuatnya harus lebih sering diganti.

9. Tanah (Merah)

Tanah yang dimaksud disini adalah tanah merah yang bertekstur cukup remah. Bukan tanah liat berwarna hitam atau coklat yang lengket. Tanah merah umumnya banyak digunakan oleh pekebun Puring. Beberapa pekebun dan hobiis sansevieria juga menggunakan tanah merah sebagai campuran media tanamnya. Bahkan dari sebuah milis, beberapa member telah berhasil mengaplikasikan tanah merah sebagai komponen media tanam aglaonema. Namun demikain, umumnya jarang sekali pekebun atau hobiis yang merekomendasikan penggunaan tanah merah dalam jumlah mayoritas.

10. Arang kayu

Arang kayu banyak digunakan sebagai media tanam anggrek, sebagai pengganti lembaran batang pakis. Arang umumnya digunakan dalam bentuk potongan-potongan besar untuk tanaman anggrek remaja dan dewasa.

Kelebihan penggunaan arang adalah, sebagai substitusi batang pakis, Tahan lama, tidak mudah ditumbuhi jamur dan bakteri, serta mampu menyerap racun yang mengganggu tanaman. Kekurangannya adalah, sulit menyimpan air dan miskin hara. Arang sangat cocok digunakan didaerah yang berkelembaban tinggi, sehingga dapat mencegah kelembaban yang berlebihan. Apabila digunakan didaerah berkelembaban rendah, membuat media menjadi lebih cepat kering dan membutuhkan penyiraman yang lebih sering.

Sebenarnya arang juga bisa digunakan sebagai media tanam tanaman selain anggrek, hanya saja ukurannya perlu diseuaikan. Selain itu, arang juga bisa digunakan sebagai “pengganjal” dasar pot untuk meningkatkan drainase dan aerasi.

11. Kerikil

Kerikil disini adalah kerikil biasa yang bisa kita jumpai di halaman rumah, sungai dan pinggir-pinggir jalan. Kerikil kebanyakan digunakan sebagai media hydroponik, sebagai “pemegang” akar tanaman. Kerikil juga banyak digunakan sebagai “pengganjal” dasar pot untuk meningkatkan drainase dan aerasi.

12. Hydro Gel

Disamping beberapa komponen media tanam yang diuraikan diatas, saat ini telah tersedia media tanam baru yang merupakan media tanam “instant” dan bersifat buatan manusia, yang disebut hydrogel. Hydrogel berbentuk butiran-butiran halus, dimana sewaktu kita akan menggunakannya, maka butiran-butiran tersebut harus diremdam dalam air dengan jumlah tertentu. Setelah direndam ke dalam air, maka butiran hydrogel akan mengembang dan menjadi media tanam siap pakai.

Kelebihan hydrogel adalah, praktis, bersih, steril dan mempunyai variasi warna yang bermacam-macam, sehingga sangat cocok digunakan sebagai media tanam yang bersifat dekoratif. Kekurangannya adalah, miskin unsur hara, dan harganya yang relative lebih mahal serta factor ketersediannya yang masih terbatas. Media tanam hydrogel juga kurang tepat apabila digunakan sebagai media tanam untuk tanaman yang tumbuh besar seperti anthurium.

Demikianlah 12 komponen media tanam yang umum digunakan para pekebun dan hobiis tanaman hias. Sedangkan komposisi dan campuran media tanaman hias akan diuraikan dalam posting selanjutnya dalam blog ini. Semoga membantu.

(Dari berbagai sumber)

Memilih Media Tanam

Salah satu syarat agar tanaman hias yang kita pelihara bisa tumbuh sehat, segar, kokoh dan menawan seperti yang kita inginkan, adalah pemilihan media tanam yang tepat dan ideal.

Berikut ini tips-tips yang bisa digunakan dalam memilih atau meramu media tanam yang ideal :

1. Mampu menopang tanaman secara kokoh, sehingga tanaman mampu berdiri tegak dan tidak mudah goyah. Untuk memenuhi syarat ini, maka harus dipilih media tanam yang tidak mudah lapuk dan bisa bertahan dalam jangka waktu lama.
2. Bersifat porous, sehingga mampu mengalirkan kelebihan air yang tidak dibutuhkan. Hal ini dibutuhkan untuk mencegah media tanam menjadi becek dan lembab secara berlebihan, yang berakibat pada resiko kebusukan atau serangan jamur pada tanaman. Untuk itu harus dipilih media tanam yang tidak bersifat padat dan mampu menciptakan “rongga” di dalam wadah media tanam, sehingga proses drainase dan aerasi berjalan dengan baik.
3. Mampu menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman, baik itu unsur hara makro maupun mikro, sehingga kebutuhan tanaman akan zat-zat makanan selalu terpenuhi. Untuk memenuhi syarat ini, bisa dilakukan dengan memasukkan unsur pupuk kandang kedalam ramuan media tanam, atau dengan menambahkan pupuk kimia yang umumnya berbentuk butiran.
4. Bersifat steril, bebas dari serangan serangga, jamur, virus dan mikroorganisma merugikan lainnya. Hal yang biasa dilakukan dalam mensterilisasi media tanam adalah dengan mengukus media tanam. Cara ini efektif apabila media tanam yang dipakai sedikit. Apabila media tanam yang digunakan dalam jumlah banyak, maka media tanam bisa dijemur di bawah terik sinar matahari selama kurang lebih dua hari, lalu membungkusnya kedalam wadah plastic yang tertutup rapat. Cara lain yang sering pula digunakan dan lebih praktis adalah dengan cara kimia dengan aplikasi Furadan G sesuai takaran yang dianjurkan.
5. Sesuai dengan jenis tanaman hias yang dipilih. Hal ini perlu dilakukan, karena masing-masing jenis tanaman hias mempunyai karakterisktik berbeda-beda, sehingga membutuhkan media tanam yang berbeda pula

Media tanam yang dipilih bisa berupa media tanam tunggal yaitu hanya menggunakan satu jenis bahan media tanam, atau media tanam campuran yaitu media tanam yang diramu dari beberapa jenis bahan media tanam.

Menurut pengalaman para pelaku tanaman hias, memang tidak ada media tanam yang paling ideal, karena karakteristik tanaman, lingkungan tempat tanaman dipelihara, iklim serta musim sangat berpengaruh dalam pemilihan media tanam yang tepat. Beberapa contoh ramuan media tanam yang banyak digunakan, akan diuraikan lebih lanjut dalam blog ini. Silahkan mengikuti, semoga bermanfaat.